Abstrak : Huda : “ Cak, mie ayamnya masih ada ??? “
Cak Karim : “ masih ada mas “
Huda : “ Cacak sekarang ada dmna ??? “
Cak Karim : “ masih ada di Jambu Raya mas .... “
Huda : “ ya udah cak, ntar kalo udah sampe depan rumah, sms ya ??? “
Cak Karim : “ Siipppp bosss .... beress ... “
Itulah kutipan pesan singkat antara aku dan “cacak” (kalo orang jakarta “abang”, kalo orang sunda “akang” ), penjual mie ayam di kampung halamanku.
Kata kunci : teknologi; xl; Jaringan; komunikasi ; desa ; prestasi; kesejahteraan
Di zaman “edan” ini, teknologi seakan menjadi sesosok dewa. Ia disebut dewa wisnu karena telah membuat orang bisa pergi ke bulan, membuat orang bisa pergi dari Yogyakarta ke Surabaya dalam waktu 30 menit, membuat orang bisa memantau keadaan saudaranya yang ada di luar negeri, dan mampu mengintai gerak – gerik teroris. Namun, terkadang ia disebut dewa Syiwa karena telah membuat negeri Irak dan Palestina hancur, membuat Mas Aril dipenjara, dan membuat JW Marriot hancur lebur. Itulah “muka dua” dewa teknologi.
Dari sekian banyak teknologi yang berkembang, teknologi jaringan komunikasi merupakan teknologi yang berkembang sangat pesat. Teknologi Jaringan ini bisa dikatakan satu - satunya teknologi yang bisa menyebar hingga pelosok pedesaan. Sudah tidak bisa dipungkiri lagi, telepon selluler yang dulunya menjadi barang tersier, sekarang telah menjadi kebutuhan pokok yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat.
Ada cerita lucu terkait berkembangnya teknologi jaringan komunikasi di daerah pinggiran dan pedesaan. Untuk memanggil tukang dokar ( delman ), Ibu tidak perlu lagi menyuruh saya menjemput pak Mad ( tukang dokar langganan ibu ) di Pangkalan. Cukup dengan mengirim pesan singkat “ Pak Mad, e dhente’ neng adha’an roma ( ditunggu d depan rumah) “ 1 menit kemudian dengan lugas pak Mad menjawab “ enggi bu ... ( enggi : iya, bahasa madura ). Begitu juga dengan kisah Cak Karim ( pedagang mie ayam keliling ). Karena masakannya yang lezat, saya sering kehabisan stock mie ketika cak Karim melewati rute gang rumah. Padahal perut terasa lapar. Oleh karena itu, terkadang saya mengirim pesan singkat kepadanya untuk mengkonfirmasi apakah stock mie ayam Cak Karim masih ada. Begitu pula sebaliknya, dalam situasi minim pembeli di suatu rute, Cak Karim tanpa malu – malu bertanya kepada saya, “ Di jeruk VIII rame mas ??? “ “ iya cak “. Langsung saja Cak Karim datang 1 jam lebih awal daripada waktu biasanya.
Ditambah lagi kisah mbok Na, penjual rujak yang sangat lucu. Semangat berjualan untuk menafkahi keluarganya patut diacungi jempol. Rujaknya enak, sampai – sampai kalo lagi jam 12 siang keatas, antree-nya minta ampun. Oleh karena itu, untuk menghemat waktu , saya meminta no hp mbok Na. “mbok na, antree ??? “ “ iyot conk (iya nak)” “gi’ abit ( masih lama ) ???” “3 bungkus” “ gi, mare neka kule nggi ??? ( bentar lagi giliran saya ya ) “ “ iyot “ “ kaula mesen 2 (saya pesan 2 bungkus)” . Itulah percakapan transaksi saya dengan mbok Na melalui pesan singkat. Dengan adanya komunikasi ini saya tidak lagi capek – capek mengantri.
Nah, yang membuat mbok Na ini saya bilang lucu adalah beliau tidak bisa mengoperasikan hape (hahaahaaaa). Ketika hapenya berbunyi, serentak beliau berkata “ doh , yak hapena monyeh ( waduh, hapenya berbunyi ) “. Anaknya yang SD-lah yang mengoperasikannya. Bahkan, jika anaknya belum pulang beliau tidak segan / malu untuk meminta tolong pembeli mengoperasikan hapenya. Jadi, bisa saja saya tidak sedang smsan dengan mbok Na, melainkan si pembeli cantik ( heheheeee ). Menurut pengakuan anaknya, mbok Na hanya bisa menerima panggilan masuk saja.
Pak Mad, cak Karim, dan mbok Na adalah cermin pelaku ekonom yang berjasa menjalankan roda kehidupan perekonomian pedesaan. Jika kota besar memiliki Mc Donald, carrefour, dan restouran, kami sebagai warga desa memiliki cak Karim ,Mbok Na dan teman –temannya. Jika kota besar memiliki Taxi dan bus trans kebanggaanya, kami warga desa memiliki Pak Mad. Mereka tidak kalah dengan warga kota lainnya. Walaupun sederhana, setidaknya mereka telah menjadi orang – orang yang berbasis teknologi. Mereka telah mampu memanfaatkan teknologi jaringan komunikasi. “ kami juga punya hp. Tak kalah dengan orang kota. Walaupun jelek, yang penting bisa dipake buat jualan mas... “ itulah kata – kata Cak Karim yang masih terngiang.
Dibalik berkembangnya teknologi jaringan komunikasi yang berkembang di pedesaan saat ini, rasanya terima kasih patut disampaikan kepada operator jaringan. Operator ibarat soul ( ruh ) jaringan komunikasi. Tanpa operator, mungkin hape hanya bisa digunakan untuk nge-game dan foto – foto saja. Kita tidak bisa smsn, telpon – telponan, dan internetan. Operator telah mengubah dunia. Karena operator ibu saya bisa dengan mudah menghubungi Pak Mad walaupun terpisahkan oleh jarak. Melalui operator, roda perekonomian pedesaan yang terhambat oleh jarak dan waktu menjadi lebih dinamis. Melalui operator juga, kerajinan tangan ( sepatu lukis ) di daerah saya dapat dipasarkan lewat facebook dan kaskus.
Dikalangan akademisi pedesaan, operator ibarat jembatan ilmu pengetahuan. Ia memberikan layanan akses komunikasi dan informasi yang lebih luas. Melalui operator, para siswa bisa lebih leluasa berkomunikasi dengan sekolahnya. Rasa sungkan dengan bapak / ibu guru menjadi berkurang seiring dengan seringnya sharing dan komunikasi. Keakraban lebih terasa dengan adanya “jarkom” informasi yang dikirim ketua kelas kepada teman – teman sekelasnya. Keadaan kondusif ini semakin menambah semangat belajar para siswa.
Disamping itu, OSIS sebagai motor penggerak kegiatan siswa sering mengadakan kerjasama dengan operator. Contohnya saja ketika mengadakan kegiatan POR (pekan olahraga) siswa, pentas seni, dan bahkan pengadaan alat olah raga seperti ring basket dan gawang futsal. Dilingkup yang lebih ekstrim lagi, SMA saya yang notabenenya sekolah pinggiran pernah mengadakan kerjasama ( tetapi sayangnya tidak berjalan karena kendala ) dengan operator dalam pengelolaan database nilai. Jadi, siswa dapat dengan mudah mengetahui nilai dan jadwal ulangan atau tugas melalui program registrasi operator. Sekali lagi saya ucapkan, terima kasih operator.
Kembali lagi pada kisah mbok Na, pak Mad, dan Cak Karim. Entah kebetulan ataupun tidak, ketika saya meminta nomor hp mereka, no mereka diawali dengan angka 08193xxxxxx. Persis dengan angka awal nomor hp saya. Tidak disengaja mereka semua menggunakan provider XL. Ada pernyataan menarik dan semua jawaban serentak sama. Ketika saya bertanya mengapa menggunakan XL, mereka menjawab dengan alasan lebih murah. “ wong teman – teman saya pada pake XL mas, jadi biar murah ya saya juga pake XL “. Jawaban sederhana tapi penuh keyakinan. XL benar – benar terkenal dengan tarif murahnya. Nelpon aja Rp 25 / menit, sms 4 kali, gratisnya 100 – 1000 sms. Benar – benar wow bukan ???
Kisah kegiatan OSIS di SMA saya juga bekerjasama dengan operator XL. Kami dapat dengan mudah bernegosiasi dengan XL dalam rangka kerjasama kegiatan. Secara, teman – teman saya banyak yang menggunakan XL, sehingga ada reward dari XL. Pengadaan ring basket dan gawang futsal beberapa waktu lalu telah memberikan perkembangan prestasi yang signifikan. Tercatat, dalam 3 tahun terakhir, sekolah kami menjadi juara umum kegiatan olah raga Bupati Cup.
Mengakhiri karya tulis saya ini, sekali lagi saya ucapkan banyak – banyak terima kasih kepada XL selaku pengembang operator jaringan komunikasi seluler yang telah memberikan banyak layanan bagi warga desa dan sekolah kami. Baik dibidang ekonomi, pendidikan, dan sosial, XL mampu memberikan warna, sehingga menjadikan kehidupan kami lebih dinamis. Jika ada sumur diladang, boleh kita menumpang mandi. Jika ada XL di desa Dadang, bolehlah kita jadikan media komunikasi.
hemm , bkn Karya tuLis iLmiah ya ??
ReplyDeletelbh ke artikeL :)
bagus sih ide penulisanx ,
tp dialogx gag kebanyaan ta ?? hehe , .
setau saiaa klo karya tulis ilmiah ga pake dialog . KTI lo . .
Hemm , dr 12 paragraf , cm 3 paragraf bcr ttg xL nya y , :)
good job lahh :))
menang.menang Lombana . . .
OY OY da :) hahaha
ReplyDelete